Berita Utama

Putusan Pengadilan, Anggota TNI Dihukum 10 Bulan Penjara

Putusan pengadilan atas kasus asusila anak dibawah umur berinisial WN, seorang anggota TNI-AD Korem 174/ATW Merauke Prada RC dijatuhi pidana penjara selama 10 bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Militer III-19 Jayapura. 
 
Hukuman tersebut diputuskan dalam sidang militer yang digelar di Pengadilan Negeri Merauke, Jumat (23/11). Sidang dipimpin Letkol CHK Puspiyadi, SH selaku Ketua Majelis Hakim didampingi Hakim Anggota yakni Letkol Sus Erwin, SH dan Mayor CHK Effendi, SH, MA, dibantu Panitera Pengganti, Kapten CPN Indris dengan Oditur Militer (Penuntut umum), Kapten Veri, SH, dihadiri terdakwa yang didampingi penasehat hukumnya.
 
"Terdakwa dinyatakan terbukti melakukan perbuatan melanggar kesusilaan sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 281 KUHP. Putusan ini lebih tinggi dari pada tuntutan pidana yang diajukan oditur selama 8 bulan penjara," jelas Hakim Ketua.
 
Dikatakan, perbuatan tersebut diatas dilakukan atas suka sama suka. Majelis hakim juga menyebutkan bahwa korban sudah pernah melakukan persetubuhan dengan orang lain sebelumnya, sehingga tidak lagi dianggap sebagai anak. Selain itu, terdakwa juga sudah memiliki itikad baik untuk melakukan upaya damai, namun keluarga korban meminta agar terdakwa dapat membayar denda sebesar
Rp.80 juta, sedangkan terdakwa hanya mampu menyanggupi sebesar Rp.50 juta, namun ditolak oleh keluarga korban.
 
Hal-hal yang memberatkan, terdakwa merusak masa depan serta membuat malu keluarga korban. Selain itu, terdakwa tidak menepati janji sebagai seorang prajurit dan melanggar disiplin serta tidak menjunjung tinggi kehormatan wanita. Hal-hal yang meringankan, terdakwa masih muda dan dapat dibina kembali. Terdakwa juga bersikap sopan serta menyesali perbuatannya. Selain itu, terdakwa juga telah memiliki itikad baik untuk menafkahi korban.
 
“Kami tidak bisa merubah pasal yang didakwakan oleh oditur. Jadi saudara harus bersyukur, karena tidak didakwa dengan undang-undang perlindungan anak,” ucap Majelis Hakim kepada terdakwa usai membacakan putusan.
 
Terhadap putusan ini, terdakwa melalui penasehat hukumnya menyatakan pikir-pikir. Untuk itu, majelis hakim memberikan waktu selama tujuh hari kepada terdakwa untuk menyatakan sikap.
 
Sementara pihak korban merasa sangat kecewa dengan putusan majelis hakim ini. Menurut Ayah Korban, Sudarmadi, putusan tersebut tidak sebanding dengan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. 
 
"Kalau terdakwa mau membantu, kenapa tidak dari awal. Kalwau dari awal kan tidak seperti ini. Tapi semuanya saya serahkan kepada Lembaga Perlindungan Anak (LPA)," kata Sudarmadi kepada wartawan usai persidangan.
 
Koordinator Bidang Assesment LPA Kabupaten Merauke, Heince yang mendampingi kasus ini juga merasa sangat kecewa. Menurutnya, oditur memberikan dakwaan dengan undang-undang dan pasal yang tidak sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan terdakwa. Sementara Pasal yang didakwakan adalah 281 Ayat 1 KUHP dengan alternatif Pasal 290 KUHP. 
 
Lanjut Heince, terdakwa seharusnya didakwa melanggar Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dimana korban merupakan anak di bawah umur.(geet)