Merauke - Dalam homili Minggu parapaskah kedua, Minggu (13/3/2022), Pastor Jhoni Astanto, MSC menekankan bahwa kerja keras dan bertanggungjawab akan tugas dan kewajiban adalah cara untuk menuju perubahan hidup. Namun, tidak semua melakukan demikian.
Pastor Jhoni menyampaikan sebuah cerita tentang seseorang yang selalu mengeluh tentang pekerjaannya. Setiap hari selama 20 tahun ia menghadapi meja yang penuh bertumpuk-tumpuk dengan hal-hal yang tak terselesaikan, surat-surat yang belum dibalas, tagihan-tagihan yang belum dibayar. Tetapi dia selalu punya waktu untuk rekreasi dan santai-santai.
Suatu malam, saat ia tidur, ia bermimpi bahwa ia sedang berada di sebuah ruangan yang amat luas, sebuah meja yang amat bagus, bersih, mengkilap ada di hadapannya. Semua nampak teratur rapi, pekerjaan-pekerjaannya sudah selesai dan segalanya telah beres. Dia merasa begitu senang, pekerjaan tidak lagi menjadi hal yang membosankan. Ia bahagia dan damai.
Ketika ia melihat keluar, halaman juga tertata rapi. Apa yang akan saya lakukan sekarang? tanyanya dalam hati ketika ia mulai merasa bosan. Tampaklah seorang yang lewat di jalan menyapanya. Kepada orang yang lewat itu ia bertanya, tolong, beritahu saya, tempat apa ini? Saya di mana?” Orang yang lewat itu menjawab: “Ini di neraka!” dan dia terbangun. “Syukur, ini hanya mimpi,” katanya.
"Banyak dari kita seperti orang itu. Ingin sukses tanpa berusaha, ingin berhasil tanpa kerja keras. Misalnya, ada yang ingin mendapat uang dengan cepat. Maka ia memalak orang di tempat parkir, mencuri, korupsi, menjual narkoba, menculik untuk mendapatkan tebusan, dan masih banyak lagi," ucap Pastor Joni saat memimpin peryaan Ekaristi di Gereja Kristus Hidup Paroki Sang Penebus Kampung Baru, Merauke, Papua.
Lanjut katanya, banyak yang pergi bekerja apalagi kalau digaji oleh negara, tapi menderita AIDS. Itu bukan penyakit karena virus HIV, tetapi 'As If Doing Something.' Lalu, ada yang pura-pura sibuk, padahal cuma-baca koran atau main gaple atau internetan. Yang lain, malahan tidak ada di tempat tugas, tapi gaji jalan terus.
"Kasihan anak-anak di pedalaman, membaca, menulis dan berhitung saja tidak bisa, karena guru-gurunya tidak datang di sekolah-sekolah," sambungnya.
Perhatikan juga, mahasiswa-mahasiswi yang membeli paper, laporan, penelitian instant. Gelar juga isntant! yang penting bayar. Sekolah Tidak Ijazah Ada. Kalau mengerjakan tugas, tinggal copy paste dari paper yang dipublikasikan di internet. Awas! Jangan lupa diedit sedikit-sedikit, jangan sampai dilaporkan karena plagiat tulisan orang.
Pastor Jhoni menekankan dalam kehidupan orang kristiani, tidak semua kesusahan adalah salib, salah satunya mengkonsumsi minuman keras lalu mabuk, ini adalah kebodohan. Atau makan berlebihan hingga menimbulkan asam urat, kegemukan, strok yang merupakan bagian dari keinginan yang berlebih, itu juga adalah kebodohan bukan salib.
Ada lagi yang setiap hari hanya bisa makan tidur dan bersantai-santi, lalu kebutuhan tidak terpenuhi, itu bukan salib tetapi kebodohan karena malas dan mental enak. Ada pula yang sudah mendapatkan kesempatan untuk sekolah tetapi tidak mau belajar lalu tidak lulus, kemudian yang mendapatkan pekerjaan lalu tidak jalankan tugas akhirnya dikeluarkan.
"Yang dikatakan salib hidup bagi orang Kritiani adalah ketika melakukan hal baik, melayani, menegakkan kebenaran lalu dibenci atau tidak disukai itu baru dikatakan salib," ucap Pastor Jhoni.
Kutipan Injil pada Minggu Prapaskah Kedua "Kira-kira delapan hari sesudah segala pengajaran itu, Yesus membawa Petrus, Yohanes dan Yakobus, lalu naik ke atas gunung untuk berdoa. Ketika Ia sedang berdoa, rupa wajah-Nya berubah dan pakaian-Nya menjadi putih berkilau-kilauan. Dan tampaklah dua orang berbicara dengan Dia, yaitu Musa dan Elia. Keduanya menampakkan diri dalam kemuliaan dan berbicara tentang tujuan kepergian-Nya yang akan digenapi-Nya di Yerusalem, (Luk, 9: 28-31)
Peristiwa TRANSFIGURASI Kristus yang dikenangkan pada Minggu Prapaskah Kedua ini mengingatkan sebagai umat Allah bahwa kita tidak dapat merengkuh keberhasilan jika kita tidak berusaha dan bekerja keras.
Trasfigurasi Kristus menampakkan kemuliaan-Nya, merupakan suatu pratinjau bagi kebangkitan-Nya. Peristiwa yang mulia ini justru ditempatkan pada masa Prapaskah untuk mengingatkan bahwa Kristus mencapai semuanya itu dengan kesengsaraan dan derita yang mengerikan yang kita kenangkan pada hari-hari masa Prapaskah ini.
Kebangkitan Kristus yang mulia harus dicapai dengan derita yang paling hebat dan paling dalam. Kebenaran ini juga berlaku bagi kehidupan manusia. No pain, no gain. No cross, no crown. Tanpa salib, tidak ada mahkota! Mahkota kemuliaan-Nya harus didahului mahkota duri.
Peristiwa ini menegaskan kepada kita juga, bahwa Ia memang adalah Tuhan yang mulia. Tetapi Tuhan yang mulia itu juga yang harus mengalami penderitaan yang mengerikan untuk menebus umat manusia. Ia bisa saja menyelamatkan umat manusia tanpa harus meneteskan setitik darah sedikitpun. Tetapi sejarah membuktikan kebenaran bahwa Ia memilih jalan derita.
"Maka, untuk mencapai kemuliaan, kita harus turun gunung. Bertekun dalam tugas dan panggilan kita sehari-hari. Kehidupan seorang Kristiani tanpa salib adalah sesuatu yang tidak mungkin. Dalam masa Prapaskah ini, mari kita lihat pekerjaan kita, tugas dan panggilan kita. Mari kita laksanakan semua itu dengan tekun. Kita panggul salib kita. Kita, para pengikut Tuhan juga harus berusaha untuk berubah, ber-transfigurasi, bermetamorfosis menjadi baru dalam cara merasa, berpikir, bertindak kita."
“Jadi siapa yang ada di dalam Kristus,ia adalah ciptaan baru; yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang,” (1 Kor 5: 17).
0 Komentar
Komentar tidak ada