Berita Umum

Beragam Kegiatan Warnai Hari Keanekaragaman Hayati

Memperingati hari keanekaragaman hayati di Kabupaten Merauke, Papua, Balai Taman Nasional Wasur ,Balai  KSDA Merauke bersama masyrakat Kampung Rawa Biru Distrik Sota selenggarakan beragam agenda kegiatan. Tujuannya untuk tetap menjalin kerjasama yang baik dalam menjaga dan memelihara keanpekaragaman hayati yang ada di kawasan konservasi Taman Nasional Wasur.

Kegiatan yang dihadiri Wakil Bupati Merauke, Sularso diawali dengan  penyerahan bantuan pemberdayaan Kampung Rawa Biru berupa cool box,  jaring dan 5 buah perahu guna meningkatkan ekonomi masyarakat.  Dilanjutkan dengan penyerahan SK Kepala Balai KSDA tentang penangkaran anggrek terhadap kampung binaan di Wasur.

Pemasangan sasi adat sebagai bentuk pengolahan pemanfaatan keanekaragaman hayati oleh masyrakat adat kampung Rawa Biru, pelepasan ikan arwana diinisiasi oleh  Asosiasi Ikan Sewaan Papua dan pengendalian tebu rawa di sumber air bersih Merauke, Rawa Biru bersama masyrakat.

“Dalam kegiatan yang dilakukan ini kita semua bersepakat menjaga dan melaksanakan aksi konservasi pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan,” jelas Wakil Bupati, Sularso pada kegiatan yang terpusat di Kampung Rawa Biru, SeNin (28/5).

Ia mengajak kepada para pengusaha dan pihak swasta untuk meningkatkan program kemitraan dengan masyarakat untuk kelestarian dari keanekaragaman hayati. Saat ini menurut penelitian terdapat 56 jenis burung dan 15 family yang tersebar di wilayah rawa. Selain jadi tempat hidup satwa, keberadaan rawa Biru menjadi aset penting yang merupakan sumber air bersih bagi masyrakat Merauke.

Keanekaragaman hayati ini secara langsung menunjang kebutuhan hidup masyrakat lokal, dan pemanfaatannya tentu dilakukan secara hati-hati agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kelestariannya.  Sedangkan pemasangan beberapa sasi adat di wilayah Taman Nasional merupakan satu contoh pengaturan pemanfaatan masyrakat lokal.

Sementara itu, Ketua Adat Kanum Kampung Rawa Biru, Patris Sanggra  menyampaikan pemasangan sasi adat di taman nasional akan berlaku selama 3 tahun. Dimana terdapat larangan agar para pemburu tidak menggunakan kendaraan masuk ke dalam hutan, tidak menggunakan senjata api, tidak mengambil anak burung dan satwa lindung dan boleh berburu secara tradisional.

“Ini kita lakukan karena kita melihat hasil buruan semakin menurun dan sulit didapat. Setelah kondisinya pulih baru kita cabut sasinya,” tandasnya. Dalam sasi tersebut harus ditaati oleh semua masyarakat, sebab akan dikenakan sanksi adat dan bisa dilanjutkan ke pihak yang berwajib untuk diproses.” Selain pemasangan sasi juga dilakukan pelepasan anak panah ke arah barat dan timur sebagai tanda mulai diberlakunya sasi dimaksud. Kegiatan disaksikan oleh semua instansi terkait, Kepolisian dan Satgas Pembagian Perbatasan RI-PNG serta masyarakat setempat.