Berita Utama

Masyarakat Lokal Jadi Pemulung Diatas Surga Kecilnya

 

Tokoh Masyarakat Merauke, Johanes Gluba Gebze (JGG) menyebutkan, perubahan kehidupan masyarakat Papua di Kabupaten Merauke belum memberikan satu gambaran yang menggembirakan.  

Potret nyatal yang perlu dilihat, bahwa banyak masyarakat lokal hari ini mereka sedang mengais nasib kesejahteraan di atas surga kecilnya yakni jadi pemulung, memulung sisa-sisa dari buangan kesejahteraan orang, plastik, besi tua, botol- botol dan lainnya. Ini sebuah potret keprihatinan yang mestinya kalau di lihat dari usia Kota Merauke yang sudah satu abad lebih, mereka sudah berada pada tataran hidup yang lebih baik.
 
"Kenapa mereka mengalami nasib seperti itu, kalau kita bicara dalam satu rancangan membangun negara kesatuan, miskinnya mereka, bodohnya mereka itu merupakan bagian integral dari miskinnya dan bodohnya kita semua," jelas JGG di Merauke kemarin.
 
JGG mengatakan, Negara harus hadir untuk memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara. Rasa aman yang harus dialami dan dirasakan oleh seluruh warga negara bukan saja karena ketakutan tapi rasa aman di dalam perutnya. Perutnya aman terisi atau tidak. Hatinya nyaman dari pergolakan sosial atau pergolakan batin akibat hidup dalam kesusahan atau tidak.
 
Di Papua dan Kabupaten Merauke khususnya disebut daerah yang sangat kaya. Ikan dan udang bisa didapat dengan mudah, tapi masih banyak yang susah mendapatkan makan. Pertanyaannya, apakah itu lambang kesejahteraan. Konsep kesejahteraan harus diaplikasikan. 
 
"Saya menyampaikan ini untuk mengingkatkan supaya kita tidak asyik sendiri berjalan tetapi kita perlu berhenti untuk melihat. kita berjalan secara keseluruhan atau kita berjalan sendiri, sehingga ada yang tertinggal dan di tinggal. Saya ajak kita untuk melihat dari pada keutuhan wilayah Pemerintah Kabupaten Merauke, ada wilayah, penduduk, pemerintahan, Sumber Daya (SD) yakni  SDA, SDM, sumber daya modal anggaran dan sumber daya birokrasi yang kita punya."
 
Kata dia, dengan semua kelengkapan SD itu memerlukan instrumen pemandu atau gerak, supaya tidak membuang energi untuk sesuatu yang tidak jelas manfaatnya. Pertama, menentukan satu titik tolak dan arah pembangunan manusia di kabupaten Merauke. Bentuk dan bangun mereka menjadi satu kesatuan agen pembangunan yang bertanggung jawab. 
 
Kedua, jangan sekali-kali kita merasa masyarakat menjadi beban. Sehingga pikiran kita tidak terusik, lalu merasa tidak sanggup dan bisa melarikan diri meninggalkan mereka.  Sebab, orang-orang kecil yang saat ini belum beruntung, mereka adalah calon orang hebat yang perlu kita proses menjadi orang-orang hebat untuk membangun negeri ini. 
 
Untuk itu, mesin organisasi pemerintahan harus efektif menggerakan sebuah daerah yang sangat kaya raya. Jangan sampai rakyat berpandangan bahwa anggaran yang dikelola untuk mensejahterakan kaum birokrat, sedangkan rakyat cari nasib sendiri. 
 
Titik tolak arahan pembangunan ditentukan mulai dari apa masalah pokok dan apa kebutuhan pokok. Anggaran yang diterima sebagai bibit dari negara untuk dikembangkan dan dikelola dengan baik dalam membiayai masalah pokok dan kebutuhan pokok di daerah.
 
"Jangan bibit APBD kita konsumsi habis, kalau sudah makan bibit, lalu apa yang mau ditanam, dia tidak akan berkembang menjadi mesin duit, atau pohon duit apa lagi pohon kesejahteraan," ucapnya lagi.
 
Menurutnya, bibit yang namanya anggaran harus dikembangkan melalui prospek untuk melihat keunggulan komparatif wilayah Kabupaten Merauke baik laut, daratan, sungai dan rawa. Begitu juga dengan dana stimulus, harus terarah terutama membentuk manusia yang mandiri bukan lagi insan yang terus-menerus hidup dengan belas kasihan. 
 
"Saya sendiri pernah terjebak melihat mereka sebagai makhluk lemah yang perlu dibangkitkan dengan belas kasihan yang berlebih. Saya membuat satu kekeliruan besar. Tetapi ketika basis dari mesin pemerintahan saat ini tidak bergerak dengan baik maka akan tetap bermasalah," tandasnya.