Bulan Waisak, merupakan bulan penuh berkah yang dinanti-nanti oleh umat Buddha di seluruh dunia telah tiba.
Dalam hari tri suci Waisak, umat Budha di seluruh dunia memperingati tiga peristiwa penting yakni, kelahiran Buddha, Pencerahan Sempurna dan Kemangkatan (wafat) Buddha.
Tiga peristiwa agung ini sebagai teladan yang menjadi semangat bagi umat Buddha untuk senantiasa teguh dalam Buddha-dharma. Umat Budha di Kabupaten Merauke merayakan dengan melakukan doa bersama di Vihara Arya Dharma Jaya, Rabu (26/05).
"Tema Waisak tahun 2021 adalah Eling dan Waspada Membangun Kepedulian Sosial. Eling dan Waspada, lebih dikenal dengan istilah sati sampajañña merupakan proses belajar, berlatih dan praktik dengan perhatian dan pemahaman sejati yang mengedepankan kebijaksanaan," demikian pesan Waisak 2021 dari Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Sangha Agung Indonesia, Khemacaro Mahthera yang disampaikan Duta Dharma, Eko Purwanto dalam kotbahnya pada peringatan Hari Raya Waisak di Vihara Arya Dharma Jaya Merauke.
Lanjut, kata Eko, dengan Eling dan Waspada, sudah selayaknya umat Buddha di Indonesia menyadari dengan perhatian dan pemahaman sejati bahwa umat Buddha di Indonesia adalah bagian dari makhluk sosial yang tidak hidup sendiri. Umat Buddha di Indonesia hidup dalam keberagaman, hidup berdampingan dengan beragam suku, agama, bahasa, adat, budaya, ras dan antar golongan lainnya, menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang kaya akan keragaman dengan bersemboyankan.
Sebagai siswa Buddha yang hidup dalam kebhinnekaan hendaklah mengembangkan perasaan cinta kasih yang tak terbatas kepada semua makhluk (Sn.149). Sebagai praktik kepedulian sosial, hendaklah cinta kasih dikembangkan kepada seluruh lapisan masyarakat di Indonesia tanpa memandang suku, agama, ras dan antar golongan.
Dikatakan, Guru Agung junjungan para dewa dan manusia mengajarkan kepada para siswa-Nya untuk berdana kepada siapa saja, bukan hanya berdana kepada mereka yang merupakan penganut agama Buddha (A.I.161). Kepedulian sosial juga ditunjukkan oleh Buddha dengan mengibaratkan seekor lebah yang mengumpulkan madu dari bunga-bunga tanpa merusak warna dan baunya, demikianlah hendaknya siswa Buddha mengembara dari desa ke desa (Dh.49).
Hidup di masyarakat yang majemuk, hendaklah para siswa Buddha dapat bermanfaat bagi masyarakat dengan menghindari perselisihan dan perilaku yang dapat menimbulkan pertikaian serta mengganggu keharmonisan dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
"Mereka yang selalu memperhatikan dan mencari-cari kesalahan orang lain, maka kekotoran batin dalam dirinya akan bertambah, dan ia akan semakin jauh dari penghancuran kekotoran-kekotoran batin (Dh.253)," ucapnya lagi.
Ia mengajak, Siswa Buddha sebagai makhluk sosial hendaknya dapat hidup berdampingan dengan penuh cinta kasih dan saling peduli, baik di masa pandemi seperti saat sekarang ini dan di masa mendatang. Melakukan yang terbaik dalam kehidupan dan berlatih Dharma, siaga dan penuh konsentrasi, pada waktunya akan pergi melampaui kekuatan kematian (S.I.52).
"Oleh karena itu, hendaklah para Siswa Buddha memiliki kepedulian sosial dengan sesama umat Buddha, dengan umat beragama lain dan dengan pemerintah. Dengan Eling mari kita memahami pentingnya membangun kepedulian sosial. Dengan Waspada mari kita tingkatkan perhatian membangun kepedulian sosial," ucapnya.
Kemudian dilanjutkan dengan ritual Pradaksina atau mengitari Vhihara dan pemandian patung Buddha sebagai lambang membersihkan segala kekotoran batin dalam diri baik yang dilakukan pikiran, ucapan dan perbuatan.
Ketua Majelis Buddhayana Indonesia Kabupaten Merauke, Hendra Wijaya kepada wartawan menyampaikan dalam situasi Pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, banyak orang mengalami kesulitan karena situasi ekonomi.
Untuk itu, umat Buddha didorong untuk lebih waspada dan lebih sadar akan situasi serta kondisi masyarakat sekitar tanpa melihat perbedaan agama ataupun suku.
Berbeda dengan sebelum pandemi, kali ini kegiatan sosial dalam rangka hari Waisak lebih dibatasi. Namun, masih ada kegiatan berbagi kasih yang akan dilakukan ke Panti Asuhan di Merauke usai Waisak.
"Kita tidak berani menyalurkan langsung ke masyarakat umum karena takut terjadi kerumunan yang justru rawan penyebaran Covid-19," pungkasnya. (Get)
0 Komentar
Komentar tidak ada