Wajah pendidikan di Kabupaten Merauke dinilai belum terlalu menggembirakan. Pasalnya, masih ditemukan banyak generasi Papua yang belum mengenyam pendidikan secara baik.
Pemerhati Pendidikan Merauke, Sergius Womsiwor telah lama mencoba memprakarsai untuk ada fokus perhatian kepada anak asli Papua yang karena faktor ekonomi harus menjadi anak jalanan, aibon, pemulung dan tidak bersekolah.
"Saya pikir Pemda Merauke perlu membuka diri untuk mendengarkan keluh kesah kami di lapangan sebagai perpanjangan tangan akan kebutuhan dan perhatian terhadap persoalan ini," jelasnya Rabu (09/01).
Ketidakberdayaan orang asli Papua (OAP) masih terjadi dari tahun ke tahun karena penanganan terhadap masalah pendidikan yang menjadi pondasi utama belum maksimal dalam menyangga semua aspek lainnya.
Saat ini, lanjut Sergius, ada 31 dari 85 anak Papua berprofesi pemulung dan pecandu lem aibon sedang semangat belajar di Pokjar SD YPK Ermasu, belum memiliki seragam SD dan kelengkapan lainnya.
"Anak-anak ini membutuhkan pelayanan dan perhatian serius. Selain pakaian, makanan dan layanan kesehatan juga sangat dibutuhkan. Jika tidak ada perhatian serius maka yang terjadi adalah bencana kemanusiaan di Merauke,"
Sergius berharap, Pemerintah Daerah tersentuh hatinya atas keluhan dan kenyataan yang ada di depan mata. Ratusan anak yang sedang menanti perhatian Pemerintah Daerah membutuhkan pelayanan pendidikan.
"Ini baru yang terdata, masih banyak diluar sana yang mengalami nasib yang sama," terangnya.(geet)
0 Komentar
Komentar tidak ada