Menteri Komunikasi dan Informatika RI,Rudiantoro melalui sambutannya pada upacara bendera memperingati Hari Kebangkitan Nasional ke-110 tahun 2018 mengatakan, ketika rakyat berinisiatif untuk berjuang demi meraih kemerdekaan dengan membentuk berbagai perkumpulan, lebih dari seabad lalu, kita nyaris tak punya apa-apa. Kita hanya memiliki semangat dalam jiwa dan kesiapan mempertaruhkan nyawa. Namun sejarah kemudian membuktikan bahwa semangat dan komitmen itu saja telah cukup, asalkan kita bersatu dalam cita-cita yang sama: kemerdekaan bangsa.
“Bersatu, adalah kata kunci ketika kita ingin menggapai cita-cita yang sangat mulia namun pada saat yang sama tantangan yang mahakuat menghadang di depan. Boedi Oetomo memberi contoh bagaimana dengan berkumpul dan berorganisasi tanpa melihat asal-muasal primordial akhirnya bisa mendorong tumbuhnya semangat nasionalisme yang menjadi bahan bakar utama kemerdekaan.
Boedi Oetomo menjadi salah satu penanda utama bahwa bangsa Indonesia untuk pertama kali menyadari pentingnya persatuan dan kesatuan. Presiden Pertama dan Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia, Soekarno, pada peringatan Hari Kebangkitan Nasional tahun 1952 mengatakan bahwa: "Pada hari itu kita mulai memasuki satu cara baru untuk melaksanakan satu 'idee', satu naluri pokok daripada bangsa Indonesia. Naluri pokok ingin merdeka, naluri pokok ingin hidup berharkat sebagai manusia dan sebagai bangsa. Cara baru itu ialah cara mengejar sesuatu maksud dengan alat organisasi politik, cara berjuang dengan perserikatan dan perhimpunan politik, cara berjuang dengan tenaga persatuan.”
Para pendahulu yang berkumpul dalam organisasi-organisasi seperti Boedi Oetama itu memberikan yang terbaik bagi terbentuknya bangsa melalui organisasi. Bukan pertamatama dengan memberikan harta atau senjata, melainkan dengan komitmen sepenuh jiwa raga. Dengan segala keterbatasan sarana dan prasarana saat itu, mereka terus menghidup-hidupi api nasionalisme dalam diri masing-masing.
Seratus sepuluh tahun kemudian bangsa ini telah tumbuh menjadi bangsa yang besar dan maju, sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Meski belum sepenuhnya sempurna, rakyatnya telah menikmati hasil perjuangan para pahlawannya berupa meningkatnya perekonomian, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. Keringat dan darah pendahulu bangsa telah menjelma menjadi hamparan permadani perikehidupan yang nyaman dalam rengkuhan kelambu kemerdekaan.
Kalau sekarang bangsa ini punya hampir segala yang dibutuhkan, seharusnya kita terinspirasi bahwa dengan kondisi embrio bangsa seabad lalu yang berada dalam rundungan kepapaan pun, kita telah mampu menghasilkan energi yang dahsyat untuk membawa kepada kejayaan. Apalagi kini, ketika kita jauh lebih siap, tak berkekurangan dalam sumber daya alam dan sumber daya manusia.
Butir kelima dari Nawacita Kabinet Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla berisi visi untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan. Pada awal tahun ini, visi tersebut mendapat penekanan lebih melalui amanat Presiden Joko Widodo yang menyatakan bahwa pemerintah akan meningkatkan pembangunan sumber daya manusia (SDM) pada tahun 2019, melanjutkan percepatan pembangunan infrastruktur yang menjadi fokus pada tahun-tahun sebelumnya. Melalui pembangunan manusia yang terampil dan terdidik, pemerintah ingin meningkatkan daya saing ekonomi dan secara simultan meningkatkan kapasitas sumber daya manusianya.
Bayangkan jika kita sepenuhnya berhasil membangun sumber daya manusia unggul dari seluruh dari 260-an juta lebih penduduk negeri ini. Bercermin dari keberhasilan Boedi Oetomo menggalang ide nasionalisme mulai dengan segelintir orang seabad lalu, maka apa jadinya jika seluruh sumber daya manusia unggul kita saat ini berhimpun dalam ide nasionalisme yang sama, dalam cita-cita untuk kejayaan bangsa yang sama?
Kekayaan alam merupakan sumber daya yang terbatas. Butuh segudang prasyarat untuk bisa dieksploitasi, dan selalu ada limit untuk menggenjot pemanfaatannya. Sedangkan sumber daya manusia kita menyediakan kapasitas dan kapabilitas yang sangat luas untuk dikembangkan. Kebangkitan sumber daya manusia Indonesia secara bersama-sama dan kompak, tanpa terdistraksi oleh godaan-godaan yang kontraproduktif, akan membawa kepada kejayaan bangsa, selain secara otomatis bagi individu-individunya sendiri.,” demikian sambutannya yang dibacakan Sekda Merauke, Drs. Daniel Pauta, Selasa (22/5) di Lapangan Upacara Kodim 1707/Merauke.
Lanjutnya tema “PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA MEMPERKUAT PONDASI KEBANGKITAN NASIONAL INDONESIA DALAM ERA DIGITAL” dalam peringatan Hari Kebangkitan Nasional, yang jatuh pada 20 Mei 2018 kemarin, i harus dimaknai dengan upaya penyadaran setiap masyarakat Indonesia, untuk mengembangkan diri dan merebut setiap peluang untuk meningkatkan kapasitas diri yang dibuka oleh berbagai pihak, baik oleh pemerintah, badan usaha, maupun masyarakat sendiri. Pengembangan kapasitas sumber daya manusia juga harus diletakkan dalam konteks pemerataan dalam pengertian kewilayahan, agar bangsa ini bangkit secara bersama-sama dalam kerangka kebangsaan Indonesia.
“Bung Karno juga menggambarkan persatuan bangsa seperti layaknya sapu lidi. Jika tidak diikat, maka lidi tersebut akan tercerai berai, tidak berguna dan mudah dipatahkan. Tetapi jikalau lidi-lidi itu digabungkan, diikat menjadi sapu, mana ada manusia bisa mematahkan sapu lidi yang sudah terikat?.”
Gambaran tersebut aktual sekali pada masa sekarang ini. Kita merasakan bahwa ada kekuatan-kekuatan yang berusaha merenggangkan ikatan sapu lidi kita. Kita disuguhi hasutan-hasutan yang membuat kita bertikai dan tanpa sadar mengiris ikatan yang sudah puluhan tahun menyatukan segala perbedaan tersebut.
Padahal inilah masa yang sangat menentukan bagi kita. Inilah era yang menuntut kita untuk tidak buang-buang waktu demi mengejar ketertinggalan dengan bangsa-bangsa lain. Momentum sekarang ini menuntut kita untuk tidak buang-buang energi untuk bertikai dan lebih fokus pada pendidikan dan pengembangan manusia Indonesia.
Presiden Joko Widodo dalam berbagai kesempatan selalu mendorong dunia pendidikan, bekerja sama dengan industri dan bisnis, untuk mencari terobosan-terobosan baru dalam pendidikan vokasi. Jurusan-jurusan baru, baik di tingkat pendidikan tinggi maupun juga di tingkat menengah, yang berkaitan dengan keahlian dan ilmu terapan, harus selalu diciptakan untuk memasok industri akan tenaga terampil yang siap kerja.
“Generasi bonus demografi” yang kebetulan juga beririsan dengan “generasi millenial” kita tersebut, pada saat yang sama, juga terpapar oleh massifnya perkembangan teknologi, terutama teknologi digital. Digitalisasi di berbagai bidang ini juga membuka jendela peluang dan ancaman yang sama. Ia akan menjadi ancaman jika hanya pasif menjadi pengguna dan pasar, namun akan menjadi berkah jika kita mampu menaklukkannya menjadi pemain yang menentukan lansekap ekonomi berbasis digital dunia.
“Alhamdulillah, kita mencatat bahwa tak sedikit anak muda kreatif yang mampu menaklukkan gelombang digitalisasi dengan cara mencari berkah di dalamnya. Internet, media sosial, situs web, layanan multimedia aplikasi ponsel, mereka jadikan ladang baru buat berkarya, dan pasar yang menjanjikan bagi kreativitas. Banyak kreator konten dan pengembang aplikasi Indonesia yang mendunia, mendapatkan apresiasi baik material maupun non-material.”
Oleh sebab itu, mari bersama-sama kita jauhkan dunia digital dari anasir-anasir pemecah-belah dan konten-konten negatif, agar anak-anak kita bebas berkreasi, bersilaturahmi, berekspresi, dan mendapatkan manfaat darinya. Tidak ada satu pihak yang tanggung jawabnya lebih besar daripada yang lain untuk hal ini,ajak menteri.
0 Komentar
Komentar tidak ada