Merauke - Tim yang terdiri dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Merauke, Fakultas Pertanian Universitas Musamus (Unmus) UPTD TPA Bokem, Bank Sampah Mandiri, Masyarakat Kampung Waninggap Nanggo dan WWF Indonesia Program Papua melakukan studi baseline terkait sampah di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan.
Kurang lebih 7 hari tim turun ke lapangan dengan tujuan utama analisis sampah di lapangan adalah untuk memahami komposisi sampah, mengetahui sumber dan karakteristiknya, serta menganalisis perilaku masyarakat terkait pengelolaan sampah. Selanjutnya data dan informasi ini kemudian digunakan untuk merancang strategi pengelolaan sampah yang lebih efektif dan berkelanjutan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Merauke, Ir. Dominikus Catur Rizal mengatakan sangat mengapresiasi kolaborasi DLH Merauke, WWF dan seluruh tim kerja yang punya perhatian serius terkait penanganan sampah Merauke.
"Sampah kita ini sudah menjadi keresahan sehingga WWF melakukan kerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup salah satunya dimulai dengan studi baseline. Tim turun ke lapangan untuk memetakan sampah baik yang ada di hotel, di rumah makan, rumah tangga bahkan di Pasar Wamanggu, artinya tim petakan sampah yang ada kira-kira berapa potensi sampah yang nantinya bisa dikembangkan," terang Kadis DLH, Kamis, (22/5/2026) di Merauke.
Ada beberapa jenis sampah yang akan dipetakan entah sampah plastik, kertas karton, dan sampah sisa makanan untuk selanjutnya bisa dimanfaatkan. Khusus sampah plastik dan kertas bisa didaur ulang, sedangkan sisa makanan dapat diterapkan sistem maggot sebagai solusi efektif untuk mengolah sampah organik khususnya sampah dapur. Maggot atau larva lalat mampu mengurai sampah organik dengan cepat dan efisien dan mengubahnya menjadi kompos yang kaya nutrisi dan dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak bahkan memiliki nilai ekonomi tinggi.
Dengan potensi sampah yang ada diharapkan ada alternatif yang nanti dilakukan sebagai inovasi baru. Data sampah di perhotelan, tim memakai parameter dengan mendatangi Swissbelhotel Merauke, untuk rumah makan di Pinang Sirih, lalu di Pasar Wamanggu, Bank Sampah, sampah rumah tangga di Kampung Waninggap Nanggo dan Kelurahan Mandala. Hasilnya akan diketahui setelah tujuh hari tim analisis mengumpulkan data di titik-titik tersebut.
Data terkini DLH Merauke mencatat volume sampah Merauke meningkat menjadi 69 ton/hari. Dengan bertambahnya volume sampah semakin mendorong percepatan cara penanganan sampah yang nantinya bisa dikomersilkan.
"Nantinya kalau ke depan kita bisa komersial sampah yang ada, paling tidak akan mengurangi sehingga sampah yang betul-betul residu atau tidak dapat didaur ulang baru kita bawa ke TPA. Dengan kerjasama dengan WWF kita memberikan edukasi masyarakat untuk melakukan pemilahan dan juga mengurangi sampah plastik dalam aktivitas setiap hari."
Sosialisasi melalui sekolah-sekolah seperti SD Negeri Polder, SMP Negeri 2 Merauke dan SMK 3 dan SMA Negeri 3 Merauke telah dilakukan. Selain itu perlu pendampingan di 5 bank-bank sampah yang sudah terbentuk menggunakan dana Otsus serta Bank Sampah Mandiri agar peran dan kehadiran Bank Sampah membantu tujuan yang ingin dicapai terkait sampah.
David Rahawarin, Staf Landscape Papua Selatan - WWF Indonesia Program Papua mengatakan, studi baseline ini menindaklanjuti hasil kerjasama WWF dan DLH Kabupaten Merauke terkait pengelolaan susut pangan. Dikatakan limbah makanan di Merauke cukup tinggi mencapai 50-70 ton/tahun di 2024. WWF sebagai mitra bersama tim melakukan kajian studi baseline untuk melihat timbulan sampah Merauke.
"Memang dari beberapa target sampling yang kita temukan di lapangan, sampah sisa makanan cukup banyak apalagi di daerah perkotaan baik di restoran maupun di pasar. Setelah tujuh hari kita akan dapatkan data primer, harapannya dapat ditindaklanjuti digunakan sebagai bahan untuk mendorong arah kebijakan yang baik terhadap pengurangan gas metana dan sebagainya," urai David.
Baca Juga : Talk Show Mandiri Edukasi di UNMUS Dorong Pemahaman Pentingnya Berinventasi dan Mengelola Keuangan
Soal sampah memang tidak bisa dihindari tapi bisa menekan volumenya. Terutama ada edukasi masyarakat untuk lebih terukur mengolah makanan sehingga tidak banyak menghasilkan sampah plastik maupun organik.(Get)
0 Komentar
Komentar tidak ada