Merauke - Gubernur Papua Selatan, Apolo Safanpo menerima perwakilan dari ratusan warga orang asli Papua (OAP) yang tergabung dalam Solidaritas Pencari Kerja OAP provinsi setempat saat berunjuk rasa di depan kantornya, Rabu (2/7/2025)
Ratusan pendemo itu tak terima dengan hasil tes kelulusan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) atas kuota penerimaan 1.000 orang CPNS yang diberikan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) kepada Pemprov Papua Selatan di 2024 lalu.
Saat menerima perwakilan pendemo di ruang rapat, Gubernur Apolo bakal menyurati Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) untuk meminta audiensi di Jakarta terkait terkait hasil tes CPNS yang dianggap janggal.
"Kita sebenarnya sudah diberi kesempatan oleh pemerintah pusat untuk bisa mengusulkan kebutuhan pegawai sebanyak-banyaknya," kata Gubernur Apolo saat bertatap muka dengan pencaker.
Sebenarnya, kata dia, kalau empat kabupaten ini mengusulkan kebutuhan pegawainya, bisa ditampung. Tetapi karena empat kabupaten ini tidak mengusulkan bahkan menyatakan bahwa tidak membutuhkan pegawai akhirnya semua mendaftar ke provinsi.
Lanjut dia, ini menjadi pelajaran, jika pemerintah pusat memberikan kuota pegawai lagi, empat kabupaten yang ada harus membuka lowongan penerimaan pegawai.
"Bapak akan terima aspirasi dari adik-adik, saya akan cek data yang dikasih satu persatu,"ujar dia.
Gubernur Apolo menegaskan, jika memang terbukti ada kesalahan maka akan diberikan sanksi.
"Karena penyelenggaran penerimaan CPNS ini oleh pemerintah pusat maka saya akan minta Wakil Gubernur, Sekretaris Daerah dan Kepala BKPSDM Papua Selatan sama-sama ke Kemen-PAN RB dan bertemu menteri terkait hasil tes ini," kata dia.
Ia mengatakan, Pemerintah Provinsi Papua Selatan tidak mungkin melampaui keputusan menteri, tetapi meminta kebijaksanaan menteri.
"Beliau (MenPAN-RB) itu orangtua kita, pasti dia akan memberikan solusi, kalau memang tidak bisa dibatalkan maka kita minta kuota tambahan untuk mengakomodir anak-anak kita yang belum mendapatkan kesempatan," ucapnya lagi.
Gubernur Apolo menjelaskan bahwa kuota sisa yang belum terpenuhi sebanyak 200 itu di tahan dulu lantaran pemerintah pusat meminta optimalisasi. Contoh optimalisasi semisal kuota di Dinas Lingkungan Hidup lima orang, yang lulus 1-5 orang, enam dan selanjutnya tidak lulus maka ditambah lima orang lagi.
"Kalau optimalisasi ini dilakukan maka adik-adik ini tidak dapat juga, dari pada optimalisasi lebih baik kita buka ulang pendaftarannya supaya adik-adik ini bisa daftar kembali sebagai tambahan," katanya.
Mengapa demikian, lanjut dia, lantaran kuota 200 itu ada yang tidak lulus Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) dan ada yang tidak lulus Seleksi Kompetensi Bidang (SKB).
Pemerintah Provinsi Papua Selatan tidak bisa membuka formasi, yang bisa membuka formasi adalah KemenPAN-RB.
"Waktu itu adik-adik mendaftar ke kementerian bukan ke pemerintah daerah (pemda), pemda tidak punya link," ujar Apolo.
Gubernur Apolo menegaskan, jika memang dari data yang dikasih, kalau benar-benar kuota yang dikasih untuk Orang Asli Papua (OAP) tetapi dikasih ke non OAP akan diberi sanksi, karena memang tidak boleh.
"Karena kita sudah sepakat bersama diawal, kalau memang ditengah perjalanan ada yang main curang, memang harus kita tegakan hukum disitu," tegasnya.
Lebih lanjut dia menegaskan, data-data yang dikasih dan dikantongi diharapkan dicek secara bersama lagi. Ini era keterbukaan informasi dan komunikasi sulit untuk saling membohongi.
"Kita mau baku tipu itu susah, apa yang kita bicara itu orang cari melalui mesin-mesin pencari seperti google, yahoo, apakah ini benar atau tidak. Saat ini kita duduk dan berbicara, orang lagi mengecek betul tidak apa yang dibicarakan,"ujar dia.
Gubernur Apolo menyebut, saat ini sulit memanipulasi berita, memanipulasi informasi sudah tidak bisa, apalagi pejabat.
"Jadi, kalau kita menyatakan sesuatu yang tidak ada dasar dan tidak ada basis datanya sekarang ini orang langsung tahu bahwa kita berbohong,"tegas dia.
Selumnya sudah ada keputusan dan kesepakatan bersama dengan institusi terkait bahwa formasi 80 persen kuota untuk Orang Asli Papua (OAP) dan 20 persen kuota untuk non OAP.
Formasi 80 persen yang dikhususkan untuk OAP, non OAP tidak bisa daftar. Sedangkan formasi umum, siapa saja bisa mendaftar, harusnya begitu tidak boleh dibalik.
Baca Juga : OPD Papua Selatan Diminta Perkuat Pelayanan Masyarakat dan Ekonomi Kerakyatan
"Kalau memang ada yang sengaja membalik itu, berarti dia melawan perbuatan hukum, lantaran hukum lahir dari kesepakatan bersama," tandasnya.(Get)
0 Komentar
Komentar tidak ada