Merauke - Para perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (JPT) yang ada di Pelabuhan Merauke dan tergabung dalam Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia/Indonesian Logistics and Forwarders Association (ALFI/ILFA) Merauke melakukan aksi mogok kerja mulai Rabu, (10/7/2024).
Ketua DPC ALFI/ILFA Merauke, Abi Bakri Alhamid mengatakan, aksi mogok ini dilatarbelakangi berbagai masalah dan hambatan pelayanan yang selama ini terjadi dan tidak ada penyelesaiannya oleh PT Pelindo dan KSOP Merauke. Menurutnya, tidak adanya solusi sehingga pihak JPT selalu dirugikan baik secara material maupun immaterial. Ini terjadi karena dalam bertindak, pihak PT Pelindo Merauke selalu mengambil keputusan sepihak dan berdampak pada kerugian bagi perusahan JPT.
"Untuk itu kami mogok kerja sampai ada kesepakatan antara kami perusahaan JPT dengan pihak PT Pelindo maupun KSOP Pelabuhan Merauke," ujar Ketua ALFI/ILFA Merauke kepada wartawan, Rabu (10/7/2024).
Di balik aksi mogok ini, perusahaan JPT menuntut agar addendum tarif jasa pelabuhan serta komponen-komponen yang sesuai dan berkeadilan sebagaimana amanat UU Pelayaran nomor 17 tahun 2008 serta Peraturan Menteri Perhubungan nomor 59 tahun 2021. Peninjauan kembali fungsi dan tugas sub holding PT Pelindo Terminal Head Peti Kemas (SPTP) dan Badan Usaha Pelabuhan (BUP). Penjelasan penerapan SOP Pelabuhan dan keselamatan kerja. Peninjauan kembali storage dan masa dikenakannya serta perbaikan sistem aplikasi administrasi dan sistem keuangan PT Pelindo Merauke.
Ketua DPC ALFI/ILFA Merauke, Abi Bakri Alhamid (kemeja putih) dan Ketua Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia Cabang Merauke, Hamid Bin Tahir (kemeja motif).
Salah satu yang diulas ketua ALFI/ILFA bahwa ada pelarangan stuffing dalam untuk besi tua dengan alasan keamanan berdasarkan surat dari PT Pelindo kepada pihak JPT. Justru lanjutnya, ketika dilakukan stuffing luar malah berbahaya dan kenapa hanya besi tua saja yang dipermasalahkan dan harus stuffing luar.
Menurutnya, ketika dilakukan stuffing luar, dipastikan terjadi pembengkakan biaya sekitar 4-5 juta rupiah per boks dan akan memakan waktu sampai tiga hari sehingga tidak efisien dan justru akan mengganggu kelancaran perputaran roda ekonomi daerah.
"Kami sektor logistik adalah urat nadi dari perekonomian. Kalau berbicara cita-cita untuk menuju Indonesia emas, mari kita ubah, artinya dari Pelindo tidak boleh sepihak, kita duduk dan carikan solusi," pinta Abi Bakri.
Selain itu, ia keluhkan pelayanan kegiatan stuffingan yang menggunakan forklift Pelindo selama ini tidak mampu melayani dengan cepat. Harusnya bisa diselesaikan dalam 1 hari malah menunggu antrian sampai satu minggu. Sementara pihak JPT ingin memasukkan forklift ke daerah pelabuhan terkendala perizinan yang cukup dipersulit. Ada juga yang diizinkan masuk dengan syarat pembagian 50:50. Ini dinilai tidak adil secara bisnis.
"Kalau bicara bisnis forklift, nilai investasinya berapa, belum BBM, lalu maintenance, operatornya dan ini tidak adil kalau harus berbagi (Sharing) 50:50," tandas Ketu DPC ALFI/ILFA Merauke.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia Cabang Merauke, Hamid Bin Tahir menuturkan, semua pihak perlu membuka mata lebar-lebar bahwa pelabuhan merupakan pintu masuk logistik. Karena itu tata kelola di pelabuhan menjadi poin utama yang harus diperhatikan oleh PT Pelindo sebagai badan usaha pelabuhan maupun KSOP.
"Sehingga dia (KSOP dan PT Pelindo) dalam mengelola pelabuhan yang merupakan miliknya Perhubungan Laut cuman ada kerjasama dalam bentuk konsesi dengan KSOP yakni kerjasama dalam bisnis to bisnis. Di sini kita harus tahu fungsi KSOP secara Permen dan Kepmen atau UU Pelayaran nomor 17 tahun 2008 yang mengatakan bahwa fungsi KSOP adalah pengawasan pelabuhan, keamanan dan pengendalian. Kalau kita sudah tahu fungsi maka bagaimana kita melaksanakan fungsi ini ketika terjadi hambatan di dalam pelabuhan terutama kinerja," ujar Hamid.
Di dalam pelabuhan, lanjut dia ada kapal, dermaga dan perusahan pengguna jasa yang tidak bisa dipisahkan, kalau salah satu sistem terputus maka sistem yang lain akan terputus juga.
"Kami dan pemerintah tidak menginginkan itu, pelabuhan harus lancar karena ini berkaitan dengan politik dan hajat hidup orang banyak, " tegas Hamid.
Hamid menambahkan, sesungguhnya para operator maupun otoritas harus memahami dasar dari UUD 1945 pasal 33 ayat 1-3 yang berbunyi perekonomian disusun bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Kalau ada sesuatu yang mengganjal dan menghambat maka segera didiskusikan untuk mendapatkan solusi. Kemudian cabang-cabang produksi yang penting bagi negara yang menyangkut hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, artinya negara bisa berlaku adil.
Selanjutnya bumi, air, kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan untuk kemakmuran. Sehingga jangan ada kenaikan tarif tanpa ada koordinasi, dan pelayanan infrastruktur harus betul-betul tersedia agar tidak memakan waktu dalam pelayanan.
Aksi mogok dilakukan sebagai bentuk penolakan ketidakadilan yang terjadi di lingkungan pelabuhan laut Merauke dengan harapan akan mendapatkan respon balik dari para pihak untuk memperbaiki segala aktivitas ke depan berjalan sebagaimana mestinya tanpa merugikan pihak tertentu. (Get)
0 Komentar
Komentar tidak ada